Kos
Kosan dan mahasiswa sepertinya kedua hal ini takkan mungkin terpisah
satu sama lain. Kosan akan menjadi incaran pertama bagi mahasiswa baru yang
hendak kuliah.
Kosan di sekitaran kampus tumbuh bak
jamur, dan menjadi aset menjanjikan bagi yang memiliki tanah yang luas di
sekitar kampus cukup mengeluarkan modal awal membangun lalu diam di rumah tanpa
melakukan apapun uang akan mengalir dengan sendirinya di setiap bulan/tahunnya.
Bukan menjadi rahasia lagi hidup makmur jelas terlihat dan bahkan ada yang
sudah memiliki rumah mewah dan mobil hanya dengan uang hasil usaha tak bergerak
tersebut.
Kosan yang ditawarkan dari
masing-masing pemilik kosan beragam, ada kelas mengang, ekonomi dan Vip
begitulah aku menyebutnya. Keberagaman ini di pacu oleh modal masing-masing
pemilik kos bagi yang sudah memiliki modal yang cukup untuk membagun yang mewah
mereka akan membangun yang mewah. Karena bagus dan tidaknya kos juga sangat berpengaruh
dengan harga yang di tawarkan baik perbulan ataupun pertahunnya. menengah
bisanya memiliki fasilitas standar dan bahkan yang di sediakan hanya kamar
mandinya saja, Lampu dan listriknya di bayar diluar dari uang kosan dan yang
lebih mencolok dari kosan ini adalah bahan dasar pembuatan kosannya terbuat
dari kayu dan resiko terburuknya yah
harus lebih berhati- hati agar tidak menjadi korban intip orang jahil. Mungkin
Ekonomi menjadi incaran dan menjadi favorit bagi mahasiswa selain harganya bisa
dijangkau fasilitasnya yang hampir mirip dengan kelas menengah hanya di
sediakan kamar mandi saja dan itupun kamar mandinya di pakai umum oleh semua
anak kosan yang satu naungan nama asrama, hanya saja bahan dasarnya terbuat
dari beton setidaknya menjadi teduhan yang aman jadi di setiap harinya tidak
harus was-was karena takut di intip atau lain sebagainya harga yang ditawakan
berkisar antara 3.000.000 - 3.500.000 pertahunnya. Nah lain lagi dengan kos VIP
kosan ini kosan penuh fasilitas ada kamar mandi dalamnya, di sediakan lemari
dan tempat tidur dan bahkan ada yang ber-AC harga yang ditawakan juga pastinya
sesuai dengan fasilitas 700.000 - 1.000.000 perbulannya, tiga bulan saja sudah
hampir menutupi satu tahun kelas ekonomi.
Hal tersebut bukan menjadi satu masalah
yang berarti sepertinya bagi pecinta ilmu yang akan melabuhkan separuh dari
semangat dan jiwanya untuk mengabidi dengan pelajaran dan lebih spesifiknya
kuliah. Dan yang harus menyelasaikan pekerjaan rumah tersebuat yah orang tua,
orang tua yang mengantungkan harapan
setinggi-tingginya kepada anaknnya harapan agar anak-anaknya tidak menjajaki
kehidupan yang sama dengannya, berharap anaknya bisa membentengi dirinya dengan
ilmu yang nantinya akan membawanya ke kesuksesan hidup yang nyata. Itu juga yang
menjadi semangat tersendiri bagi sebagian besar mahasiswa atau siapa saja yang
tengah menempuh jenjang pendidikan hal ini di buktikan dengan cita-cita mereka,
mereka selalu memposiskan akan membahagiakan orang tua mereka dengan bersekolah
di posisi paling utama lalu selanjutnya untuk kebahagiaannya dan kebahagiaannya
bersama keluarga barunya kelak.
Faktanya, kini mempersembahkan
kebahagiaan yang sesungguhnya kepada kedua orang tua yang melahirkan,
membesarka, mendidik dan menyetarakan pendidikan yang layak dengan orang-orang
hebat diluar sana tidak hanya diikrarkan sekedar kata-kata atau cita-cita yang
bahkan membuat angan orang tua melambung jauh keangkasa. Namun membuktikannya
dengan bertahan, bertahan dengan semua godaan yang mungkin akan meruntuhkan pilar-pilar
semangat dan kehormatan di tengah gencarnya pergaulan yang mungkin akan merusak
segalanya.
Jaman kian modern, tahun berlalu dengan
berbagai perkembangan yang luar bisa, semangatpun terkikis oleh kerasnya
benturan pergaulan. Itulah sebuah kalimat yang mengambarkanku tentang kondisi
kehidupan remaja saat ini menurutku. Kini kos-kosan semewah apapun di mataku
tampak usang, bukan usang karena kurang perawatan atau kurang mewah melainkan
usang karena tak ada lagi kehormatan di balik itu semua.
Keringat orang tua di balik itu semua
mungkin akan menjadi tangisan bercampur amarah takkalah mengetahui putri/putra
mereka menjadikan kos-kosan sebagai wadah meluapkan virus merah jambu
didalamnya. Tidakkah ada sedikit rasa malu kepada orang tua yang rela memberikan
fasilitas yang mungkin mereka sendiri tak pernah merasakan sebelumnya. Kenapa
harus tertunduk malu takkalah harapan itu sudah tidak menjadi proritas utama
bagi orang tua, kini telah hanyut bersama linangan air mata penyesalan yang
tiada artinya lagi bagi mereka.